Kamis, 01 November 2012



TAWURAN PELAJAR SEMAKIN TAK TERKENDALI
Evy Kusnadi

Persoalan tawuran semakin memperihatinkan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan bahwa sepanjang 2012 terjadi 339 kasus tawuran pelajar yang mengakibatkan 82 siswa meninggal dunia. Angka tersebut meningkat drastis. Pada 2010 lalu, tawuran pelajar hanya tercatat sebanyak 128 kasus. (http://www.beritasatu.com/hukum: 27 September 2012 | 21:51.

Mencuatnya kasus tawuran ini bisa saja disebabkan oleh beberapa factor seperti:  tidak kuatnya sekolah menghadapai masalah ini, didikan orang tua di rumah yang menyebabkan anak-anak menjadi lepas kendali, lingkungan masyarakat tempat siswa berada yang mempengaruhi perilaku siswa sehingga menjadi beringas dan memudahkan akses mereka untuk ikut tawuran, dan belum optimalnya peran pemerintah melalui kebijakannya untuk mencegah terjadinya tawuran ini.
Semua factor tersebut dapat mempengaruhi terjadinya tawuran. Dari presfektif pendidikan khususnya di sekolah, perilaku menyimpang para siswa ini dapat dipengaruhi oleh teman-teman di sekolahnya sendiri. Selanjutnya kurangnya kegiatan positif di sekolah yang dapat menyalurkan bakat dan minat siswa siswa dapat memberikan peluang bagi siswa untuk melakukan hal-hal negative. Penyebab lainnya adalah kurangnya kegiatan yang bernuansa religius di sekolah sehingga siswa lupa akan nilai-nilai budi pekerti apalagi untuk menerapkannya. Berikutnya kurangnya waktu di sekolah dalam artian, waktu siswa jauh lebih banyak di luar sekolah sehingga pembentukan karakter siswa sangat kurang. Lalu kurangnya peran guru di sekolah terutama guru bimbingan konseling (BK) terhadap anak-anak yang bermasalah. Kurang berperannya ini bisa juga disebabkan  karena kurangnya jumlah guru BK di setiap sekolah.
Terjadinya tawuran bisasanya disebabakan oleh masalah kecil misalnya tersinggung dengan ucapan atau olok-olokan, ada teman yang diganggu  dan lain sebagainya. Masalah kecil ini bisa menjadi besar manakala ada siswa yang  dapat memprofokasi dan mengobarkan semangat teman-temannya sehingga mereka tergerak untuk ikut tawuran. Sebagian besar anak yang tawuran mungkin saja tidak tahu persis persoalan sebenarnya.
Kembali ke persoalan tawuran setidaknya ada beberapa alternative pemecahan masalah. Pertama, harus ada kerjasama yang baik dan berkesinambungan antara orang tua siswa, sekolah, dan masyarakat. Bentuk kegiatan ini dapat dilakukan dengan mengefektifkan komunikasi antara komite sekolah yang terdiri dari para orang tua siswa dengan pihak sekolah minimal satu bulan sekali. Dalam kegiatan ini biasanya akan dibahas masalah-masalah yang dihadapi siswa sekaligus dicarikan alternative pemecahannya. Kedua, disamping tersedianya guru BK yang mencukupi untuk satu sekolah, sebaiknya sekolah selalu meminta bantuan psikolog apabila menghadapi masalah yang tidak terpecahkan oleh pihak BK. Ketiga keberadaan siswa di sekolah diperpanjang. Kalau biasanya untuk siwa SMP dari pukul 07.30 sd 12.40 dan SMA/SMK dari 07.30 s.d 14.00 menjadi 07.30 s.d 16.00. Dengan waktu yang lebih lama di sekolah setidaknya keterlibatan siswa terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan akan berkurang. Keempat, Meningkatkan kegiatan keagamaan, bagi siswa muslim dengan waktu yang lebih lama di sekolah berarti mereka punya kesempatan untuk melaksanakan sholat zuhur dan ashar. Selain itu kegiatan RISMA ( Remaja Islam Masjid) di sekolah dapat ditingkatkan. Kelima, Memberdayakan peran pemerintah melalui pengawas sekolah untuk mengembangkan sekolah sekaligus menjadikan sekolah agar tetap kondusif. Dan terakhir selalu berkoordinasi dengan pihak keamanan setempat.
Kesimpulannya tawuran dapat dicegah asalkan ada komitmen bersama antara pihak sekolah, orang tua, masyarakat, pemerintah dan pihak keamanan untuk mewujudkannya. Semoga

Tidak ada komentar: