Rabu, 13 Juni 2012


 KEPENTINGAN PUBLIK SIAPA PEDULI

 
Mengapa masalah yang menyangkut kepentingan publik terkesan dibiarkan dan tidak dipedulikan oleh pemerintah? Mengapa hal ini terjadi? Kedua pertanyaan ini mungkin sering kita jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan sepertinya juga kedua pertanyaan tersebut merupakan sebuah endless questions yang selalu dipertanyakan dan mungkin belum pernah juga terjawab.
Hubungan antara kepentingan publik dan kebijakan publik dapat bersifat reciprocal mereka saling terkait. Kebijakan publik yang diharapkan dapat memenuhi kepentingan publik pada akhirnya diharapkan untuk kesejahteraan dan kenyamanan masyarakat. Sebenarnya masyarakat selalu menanti setiap kebijakan yang dapat memenuhi kennginan mereka misalnya terpenuhinya sandang, papan, pangan, pendidikan, kesehatan yang murah dan terjangkau oleh masyarakat banyak.
Sebagai contoh fasilitas umum seperti transportasi darat. Jalan merupakan fasilitas mendasar atau krusial yang sangat dibutuhkan masyarakat.  Pertumbuhan perekonomian misalnya sangat tergantung dengan sarana transportasi yang memadai. Jika transportasi lancar maka distribusi produk –produk dari desa ke kota atau sebaliknya juga lancar. Tapi yang terjadi adalah masih banyak sekali sarana transportasi ini yang masih bermasalah.  Perbandingan antara kondisi jalan dan pertambahan transportasi darat sangat tidak seimbang dan bahkan dapat dikatakan berbanding terbalik. Disatu sisi jumlah transportasi dan bobotnya terus bertambah sedangkan di lain pihak keadaan sarana transportasi seperti jalan tidak bisa mengimbangi baik secara kualitas maupun kuantitas. Lagi-lagi menimbulkan pertanyaan apakah pemerintah tidak serius dalam mempropoprsikan anggaran untuk kepentingan publik.
Berdasarkan Hasil kajian Asian Development Bank (ADB) mengungkapkan, sekitar  70%-80% dari total anggaran negara diperuntukkan bagi kepentingan publik.  Tapi kenyataannya, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) merilis data, pada 2012 terdapat 291 kabupaten/kota memproyeksikan belanja pegawai di atas 50%.  Terdapat 11 dari 291 daerah yang memiliki belanja pegawai di atas 70%  dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), sehingga rata-rata hanya tersisa 10%-15% untuk kegiatan publik. Artinya, APBN/APBD selama ini terkuras untuk kepentingan belanja pegawai.( http://www.suaramerdeka.com dan  http://www.neraca.co.id/22 April 2012).
Ketidakmerataan pembangunan, kesempitan ruang fiskal, politisasi penerimaan PNS, gunjingan terhadap kenaikan gaji pegawai, bonus gaji ke-13, remunerasi dan isu-isu miring lain kiranya bisa dinetralisasi dengan penganggaran APBD/APBN yang proporsional, akuntabel, transparan dan profesional. Jika ini bisa diwujudkan, maka slogan dari rakyat untuk rakyat bukan sekadar retorika politik, namun mendasari kebijakan elite birokrat dalam mengemban tanggung jawab dan amanat rakyat.
Jadi dapat kita simpulkan bagaimana suatu kepentingan publik dapat terealisasi dengan baik jika peran pemerintah dengan modal anggaran yang dibuatnya masih belum betul-betul  pro kepada rakyat.  Namun dengan tekad yang kuat dan niat yang tulus kita masih berharap pemerintah masih dapat memperbaiki keadaan dengan pengaaggaran APBN /APBD  yang proporsional, transparan, akuntabel dan professional.
            Kita berharap agar para analis kebijakan terus memberikan sumbangsih pemikiranya terhadap setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Begitu juga dengan pemerintah sebagai policy maker agar selalu membuat kebijakan yang pro rakyat, yang selalu menyadari mengapa,kapan dan yang terpenting untuk siapa kebijakan itu dibuat. Parson (2001:56)   Selanjutnya setiap kebijakan yang diterapkan harus saling terkait dengan kebijakan sebelumnya dan kebijakan yang akan diambil pada masa yang akan datang, sehingga kebijkan dapat berjalan secara berkesinambungan dan tidak terputus-putus dan tidak selalu mulai dari awal.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Setuju kepentingan rakyat harus selalu diutamakan