TAWURAN PELAJAR
SEMAKIN TAK TERKENDALI
Evy
Kusnadi
Persoalan tawuran semakin memperihatinkan. Komisi Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan bahwa sepanjang 2012 terjadi 339 kasus
tawuran pelajar yang mengakibatkan 82 siswa meninggal dunia. Angka tersebut
meningkat drastis. Pada 2010 lalu, tawuran pelajar hanya tercatat sebanyak 128
kasus. (http://www.beritasatu.com/hukum: 27 September 2012 | 21:51.
Mencuatnya
kasus tawuran ini bisa saja disebabkan oleh beberapa factor seperti: tidak kuatnya sekolah menghadapai masalah
ini, didikan orang tua di rumah yang menyebabkan anak-anak menjadi lepas
kendali, lingkungan masyarakat tempat siswa berada yang mempengaruhi perilaku
siswa sehingga menjadi beringas dan memudahkan akses mereka untuk ikut tawuran,
dan belum optimalnya peran pemerintah melalui kebijakannya untuk mencegah
terjadinya tawuran ini.
Semua
factor tersebut dapat mempengaruhi terjadinya tawuran. Dari presfektif
pendidikan khususnya di sekolah, perilaku menyimpang para siswa ini dapat dipengaruhi
oleh teman-teman di sekolahnya sendiri. Selanjutnya kurangnya kegiatan positif
di sekolah yang dapat menyalurkan bakat dan minat siswa siswa dapat memberikan
peluang bagi siswa untuk melakukan hal-hal negative. Penyebab lainnya adalah
kurangnya kegiatan yang bernuansa religius di sekolah sehingga siswa lupa akan
nilai-nilai budi pekerti apalagi untuk menerapkannya. Berikutnya kurangnya
waktu di sekolah dalam artian, waktu siswa jauh lebih banyak di luar sekolah
sehingga pembentukan karakter siswa sangat kurang. Lalu kurangnya peran guru di
sekolah terutama guru bimbingan konseling (BK) terhadap anak-anak yang bermasalah.
Kurang berperannya ini bisa juga disebabkan
karena kurangnya jumlah guru BK di setiap sekolah.
Terjadinya
tawuran bisasanya disebabakan oleh masalah kecil misalnya tersinggung dengan
ucapan atau olok-olokan, ada teman yang diganggu dan lain sebagainya. Masalah kecil ini bisa
menjadi besar manakala ada siswa yang
dapat memprofokasi dan mengobarkan semangat teman-temannya sehingga
mereka tergerak untuk ikut tawuran. Sebagian besar anak yang tawuran mungkin
saja tidak tahu persis persoalan sebenarnya.
Kembali
ke persoalan tawuran setidaknya ada beberapa alternative pemecahan masalah.
Pertama, harus ada kerjasama yang baik dan berkesinambungan antara orang tua
siswa, sekolah, dan masyarakat. Bentuk kegiatan ini dapat dilakukan dengan
mengefektifkan komunikasi antara komite sekolah yang terdiri dari para orang
tua siswa dengan pihak sekolah minimal satu bulan sekali. Dalam kegiatan ini
biasanya akan dibahas masalah-masalah yang dihadapi siswa sekaligus dicarikan
alternative pemecahannya. Kedua, disamping tersedianya guru BK yang mencukupi
untuk satu sekolah, sebaiknya sekolah selalu meminta bantuan psikolog apabila
menghadapi masalah yang tidak terpecahkan oleh pihak BK. Ketiga keberadaan
siswa di sekolah diperpanjang. Kalau biasanya untuk siwa SMP dari pukul 07.30
sd 12.40 dan SMA/SMK dari 07.30 s.d 14.00 menjadi 07.30 s.d 16.00. Dengan waktu
yang lebih lama di sekolah setidaknya keterlibatan siswa terhadap lingkungan
yang tidak menguntungkan akan berkurang. Keempat, Meningkatkan kegiatan
keagamaan, bagi siswa muslim dengan waktu yang lebih lama di sekolah berarti
mereka punya kesempatan untuk melaksanakan sholat zuhur dan ashar. Selain itu
kegiatan RISMA ( Remaja Islam Masjid) di sekolah dapat ditingkatkan. Kelima,
Memberdayakan peran pemerintah melalui pengawas sekolah untuk mengembangkan
sekolah sekaligus menjadikan sekolah agar tetap kondusif. Dan terakhir selalu
berkoordinasi dengan pihak keamanan setempat.
Kesimpulannya
tawuran dapat dicegah asalkan ada komitmen bersama antara pihak sekolah, orang
tua, masyarakat, pemerintah dan pihak keamanan untuk mewujudkannya. Semoga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar