Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah:
Sebuah Kritik Terhadap Implementasi Kebijakan
Evy
Kusnadi
Manajemen
berbasis sekolah (MBS) merupakan program nasional sebagaimana tercantum dalam
Undang –undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 50 (1) “ Pengelolaan satuan pendidikan anak
usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah
dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah” MBS merupakan paradigma baru
pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dengan maksud agar
sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya
sesuai dengan prioritas kebutuhan sekolah. Dengan demikian tanggungjawab
pengelolaan pendidikan bukan hanya oleh pemerintah tapi juga oleh sekolah dan
masyarakat dalam rangka mendekatkan pengambilam keputusan ketingkat grassroot
(yang paling dekat dengan peserta didik) .
Bagaimana Penerapannya di
Indonesia
Ada tiga pilar MBS yang dapat dijadikan patokan untuk menilai
implementasi MBS yang dilaksanakan oleh sekolah di Indonesia yaitu: Manajemen
Sekolah, Pembelajaran yang Aktif,
Kreatif, Efektif dan Menyenangkan, dan Peran Serta Masyarakat
Manajemen Sekolah
Penerapan manajemen sekolah pada umumnya sudah dapat
diterapkan dengan baik oleh beberapa sekolah terutama sekolah sekolah perkotaan
yang sudah memiliki SDM yang memadai baik secara kualifikasi maupun kompetensi.
Namun pada sisi lain masih banyak juga sekolah (kepala sekolah) di Indonesia
belum dapat mengelola sekolahnya dengan baik misalnya dalam hal berkomunikasi
dengan warga sekolah dan masyarakat baik itu guru, staff, dan siswa.
Indikasinya terlihat masih banyak warga sekolah dan masyarakat yang tidak tahu
program sekolah dan penggunaan dana sekolah baik yang bersumber dari BOS untuk
SD dan SMP maupun dari komite (masyarakat) untuk SMA/SMK. Program sekolah dan
penggunaan dana tidak disosialisakan dengan transparan dan akuntabel. Sehingga
sering menimbulkan kecurigaan diantara warga sekolah. Sebagai dampaknya guru
dan staff serta masyarakat kurang antusias untuk mendukung program sekolah.
Disamping itu dalam menjalanan tugasnya kepala sekolah dan
stafnya baik itu edukatif maupun
administrasi hanya menunggu uluran tangan dari pemerintah dan masyarakat. Dalam
hal peningkatan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan misalnya kepala
sekolah hanya menunggu bila ada program pelatihan dari pemerintah. Semestinya
peningkatan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan ini dapat dilakukan oleh
sekolah secara mandiri misalnya dengan memberdayakan rekan sejawat (guru dan
kepala sekolah) untuk saling berbagi. Dengan sering diadakannya sharing antar
teman sejawat diharapkan akan timbul semangat untuk berinovasi dan berimprovisasi
yang akan melahirkan kreatifitas.
Kepala sekolah dan masyarakat harus selalu bersinergi untuk
mewujudkan outcome sekolah yang berkualitas. Dukungan masyarakat kepada sekolah
hendaknya bukan hanya bersifat material tapi juga dukungan moril seperti
memberikan rasa aman kepada semua warga sekolah. Memang kepala sekolah harus
memeiliki kompetensi social yang handal. Disamping itu sekolah bisa dijadikan
pusat informasi bagi masyarakat sekitar sekolah. Informasi yang dimaksud adalah
informasi yang bersifat umum bukan hanya mengenai siswa tapi juga yang
berkenaan dengan pemberdayaan sumber daya yang ada di lingkungan masyarakat.
Sekolah dapat menjadi trigger (pemicu)
untuk memajukan masyarakat sekitar sekolah. Hal
inilah yang belum terlihat pada sebagian besar sekolah. Dengan contoh
langsung yang diberikan sekolah biasanya masyarakat akan cepat meniru dan
mempraktikkannya apalagi sesuatu yang baru yang dapat memberikan nilai tambah
bagi mereka. Masyarakat dapat juga dilibatkan dalam program sekolah khususnya
yang menyangkut life skill.
Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif & Menyenangkan
Seiring dengan perkembngan teknologi informasi dan kominikasi
dewasa ini masyarakat terutama guru dan siswa sangat terbantu mengatasi
permasalahan pembelajaran. Kepala sekolah dan guru harus benar-benar memahami
konsep belajar dan cara belajar siswa (learning style). Setiap siswa memiliki
minat, bakat dan kemampuan yang berbeda. Keunikan ini harus diantisipasi dengan
berfikir secara sistematis oleh guru dan sekolah.
Pada proses pembelajaran, kelas harus teroganisir dengan
baik. Guru dan siswa harus menyatu agar pembelajaran dapat berjalan dengan
efektif dan menyenangkan. Dalam proses pembelajaran ini tentu saja siswa
menjadi pusat perhatian atau pemeran utamanya dan guru menjadi sutradaranya.
Untuk mencapai pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan
tidak muidah, karena dibutuhkan guru yang aktif dan kreatif pula.
Peran Serta Masyarakat
Masyarakat
adalah mitra sekolah yang paling utama, sebelum sekolah menjalin kerjasama
dengan pihak lain seperti, lembaga pendidikan, instansi pemerintah diluar
kependidikan, dan industry. Masyarakat terkait langsung dengan proses kegiatan
pembelajaran di sekolah, karena keberadaan sekolah ada di tengah –tengah
masyarakat dan menjadi tujuan masyarakat sekitar untuk bersekolah. Kemajuan
sebuah sekolah sangat dipengaruhi oleh masyarakat. Maka dari itu dukungan dan
kontribusi masyarakat sangat dibutuhkan sekolah.
Namun yang menjadi persoalan adalah
dukungan masyarakat belum optimal baik dalam hal prakarsa dan kontribusi untuk
mamajukan sekolah maupun memberikan rasa aman baik pada siswa maupun guru yang
mengajar di sekolah. Sebuah harian daerah pernah memberitakan ada guru yang
dirampok oleh pelaku yang juga
masyarakat sekitar sekolah. Begitu juga dengan pendirian usaha ternak ayam
potong yang berdampingan dengan sekolah sangat mengganggu proses pembelajaran
di sekolah karena bau yang tidak sedap yang berasal dari kotoran ayam ditambah
lagi dengan banyaknya lalat yang berterbangan di kantin sekolah sehingga sangat
mengganggu kesehatan warga sekolah terutama para siswa.
Memang
persoalan ini sangat ruet dan kompleks, tetapi dengan komitmen yang kuat antara
pihak sekolah, pemerintah, dan masyarakat Majamen berbasis Sekolah (MBS) ini
dapat diterapkan dengan baik dan dihantarkan sampai ke tujuan.